Jumat, 09 Desember 2011

Demosi; melanggar UUK?


Demosi merupakan penurunan jabatan yang lebih tinggi ke jabatan yang lebih rendah. Hal ini merupakan kebijakan dari perusahaan yang didasarkan atas kondisi tertentu, sesuai dengan arah dan tujuan dari organisasi perusahaan. Umumnya demosi dilakukan karena karyawan ybs telah melakukan pelanggaran atas peraturan perusahaan, namun lebih banyak disebabkan oleh ketidakmampuan karyawan dalam menjalankan fungsi dari jabatan yang menjadi tanggung jawabnya.

Permasalahannya adalah hubungan perundang-undangan dengan kebijakan demosi tersebut. Ketika perusahaan melakukan demosi terhadap karyawan, artinya ada perubahan mengenai jabatan dan deskripsi kerja. Konsekuensi dari hal ini adalah adanya perubahan dalam kontrak kerja yang telah disepakati sebelumnya. Apakah hal ini sesuai dengan Undang-undang Ketenagakerjaan (UUK)?

Dalam pasal 55 UUK disebutkan; “perjanjian kerja tidak dapat ditarik kembali dan/ atau diubah, kecuali atas persetujuan para pihak.”. Hal ini berarti bahwa demosi haruslah disetujui para pihak, yaitu perusahaan dan karyawan. Mengingat ada hak-hak fundamental yang harus dijamin penerapannya (terutama mengenai upah dan/atau beserta tunjangannya), maka proses demosi harus ditinjau kembali penerapannya.

Proses/sistem demosi ,yang biasanya identik dengan proses promosi-demosi, merupakan bagian dari program manajemen SDM dalam hal reward dan punishment atas kinerja karyawan. Program ini bertujuan untuk mendorong produktifitas sekaligus mengasah kemampuan dari setiap karyawan. Mengingat pentingnya program ini, maka ketentuan demosi harus diterapkan tanpa harus melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku (terutama UUK).

Menerapkan ketentuan demosi dalam peraturan perusahaan (PP) saja berpotensi melanggar UUK. Lebih-lebih bila tidak diatur sama sekali. Konsekuensinya, demosi batal demi hukum dan hubungan kerja kembali pada ketentuan sesuai dengan perjanjian kerja semula.

Ketentuan demosi dapat diterapkan tanpa harus melanggar UUK dengan menuangkan ketentuan tersebut dalam perjanjian kerja, PP, dan/atau Perjanjian Kerja Bersama (PKB). Bila demosi hanya diatur di dalam PP, maka ketentuan tersebut harus dijelaskan kepada karyawan sebelum menandatangani perjanjian kerja. Hanya saja, hal ini menimbulkan kesan perusahaan semena-mena dalam hal membuat kebijakan. Lebih baik ketentuan ini diatur secara tegas dalam perjanjian kerja. Sebagai tambahan, sistem demosi harus dibuat dengan rumusan syarat-syarat serta cara penerapan yang jelas. Dengan demikian karyawan dapat lebih hati-hati dan fokus sekaligus termotivasi untuk bekerja sesuai dengan deskripsi, tugas dan tanggung jawab yang dibebankan kepada mereka.

Bagaimana bila demosi baru akan diterapkan setelah karyawan bekerja? Bila keadaannya seperti ini, maka ketentuan mengenai demosi harus disosialisasikan kepada karyawan dan harus menyetujuinya. Namun perlu diingat bahwa demosi lebih baik diterapkan sebagai satu bagian dari program promosi-demosi (reward-punishment). Apalagi bila reward yang mungkin diraih bisa memberikan suntikan motifasi kepada karyawan.