Proses Pelaksanaan PPHI:
Mekanisme yang harus ditempuh dalam setiap perselisihan adalah sebagai berikut;
− Bipartit
− Mediasi atau Konsiliasi atau Arbitrase
− Pengadilan Hubungan Industrial (termasuk kasasi atau PK pada MA)
Semua jenis perselisihan ini harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara Bipartit, apabila perundingan mencapai persetujuan atau kesepakatan, maka persetujuan bersama (PB) tersebut di catatkan di Pengadilan Hubungan Industrial (PHI), namun apabila perundingan ticlak mencapai kata sepakat, maka salah satu pihak mencatatkan persel isihannya ke instansi yang bertanggung jawab dibidang ketenagakerjaan pada Kabupaten/Kota. Salah satu persyaratan yang mutlak dalam pencatatan tersebut adalah bukti atau risalah perundingan Bipartit (Pasal 3), apabila bukti perundingan tidak ada, maka pencatatannya ditolak selanjutnya diberi waktu 30 hari untuk melakukan perundingan Bipartit, jika perundingan menghasilkan kesepakatan (damai) maka akan dibuat Perjanjian Bersama (PB) yang akan dicatatkan ke PHI, jika tidak menemui kesepakatan dengan bukti/risalah perundingan yang lengkap, maka kepada para pihak ditawarkan tenaga penyelesaian perselisihan apakah melalui Konsiliator atau Arbitrase, jika para pihak tidak memilih atau justru memilik mediasi maka perselisihan tersebut akan diselesaikan dalam forum mediasi.
Mediator adalah PNS yang diangkat oleh Menteri untuk menangani dan menyelesaikan ke 4 jenis perselisihan dengan wilayah kewenangan pada Kabupaten/Kota. Mediator dalam menjalankan tugasnya; selalu menggunakan penyelesaian perselisihan secara musyawarah, dan apabila Mediator tidak berhasil menyelesaikan perselisihan tersebut, maka Mediator wajib mengeluarkan Anjuran tertulis, dan apabila Anjuran Mediator diterima oleh para pihak maka dibuat Persetujuan Bersama (PB) yang selanjutnya dicatatkan di Pengadilan Hubungan Industrial, namun apabila Anjuran tersebut ditolak oleh salah satu pihak, maka pihak yang keberatanlah yang mencatatkan perselisihannya ke Pengadilan Hubungan Industrial.
Konsiliator bukan PNS, tapi masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh Menteri, dan mempunyai kewenangan yang sama dengan Mediator, akan tetapi jenis perselisihan yang dapat ditanganinya hanya perselisihan Kepentingan, Perselisihan PHK, dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan,
Arbiter bukan PNS tetapi masyarakat yang telah mendapat legitimasi dan diangkat oleh Menteri, yang mempunyai wilayah kewenangan secara nasional, namun Arbiter tidak berhak menangani perselisihan Hak dan perselisihan PHK, tetapi berhak menangani perselisihan Kepentingan dan persel isihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh. Arbiter mengedepankan penyelesaian secara musyawarah, dan apabila dapat diselesaikan secara musyawarah maka dibuat Persetujuan Bersama (PB) dan selanjutnya PB tersebut didaftarkan di Pengadilan Hubungan Industrial setempat, namun apabila tidak tercapai kesepakatan, maka Arbiter mengeluarkan putusan yang bersifat final, dan apabila putusan Arbiter tersebut ternyata melampaui kewenangannya, atau ada bukti-bukti baru, atau pemalsuan data, maka pihak yang dirugikan atau yang dikalahkan dapat mengajukan pembatalan/pemeriksaan kembali ke Mahkamah Agung.
Pengadilan Hubungan Industrial, dibentuk berdasarkan UU No.2 tahun 2004, dan berada pada setiap Kabupaten Kota (Pengadilan Negeri), Ketua Pengadilan Hubungan Industrial adalah Ketua Pengadilan Negeri setempat, dengan Majelis Hakim terdiri dari: satu Ketua Majelis dari Hakim karier, dua anggota Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja yang di angkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Pengadilan Hubungan Industrial berwenang menangani ke 4 jenis perselisihan, dengan ketentuan bahwa pada tingkat pertama dan terakhir untuk perselisihan kepentingan dan perselisihan antar Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan. Sedangkan tingkat pertama untuk jenis perselisihan hak, dan perselisihan PHK.
Pada Mahkamah Agung telah diangkat Majelis Hakim Hubungan Industrial, yang diangkat oleh Presiden atas usul Ketua Mahkamah Agung. Ketua Majelis adalah Hakim Agung dan dua anggota Majelis terdiri dari Hakim Ad-Hoc masing-masing dari unsur pengusaha dan unsur pekerja, yang berwenang menangani perselisihan hak dan perselisihan pemutusan hubungan kerja.
Dasar Hukum (Lingkup Pembahasan):
UU No. 2 Tahun 2004 Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial
Sistimatika UU No. 2 (terdiri dari 8 BAB);
1. Bab I (Pasal 1 – 5) tentang Ketentuan Umum (Definisi, dan Ruang Lingkup secara Umum
2. Bab II (Pasal 6 – 54) tentang Tata Cara Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (Penyelesaian Bipatrit, Konsiliasi, Mediasi, dan Arbitrase);
3. Bab III (Pasal 55 -80) tentang Pengadilan Hubungan Industrial (Ruang Lingkup PHI; Hakim, Panitera, Panitera Pengganti PHI secara Umum);
4. Bab IV (Pasal 81 – 115) tentang Penyelesaian Perselisihan Melalui PHI (Hukum Acara dalam PHI, Pengambilan Putusan, dan Upaya Hukum Kasasi);
5. Bab V (Pasal 116 – 122) tentang Sanksi Administrasi dan Ketentuan Pidana (bagi Mediator, Panitera, Konsiliator, Arbiter);
6. Bab VI (Pasal 123) tentang Ketentuan Lain-lain;
7. Bab VII (Pasal 124) tentang Ketentuan Peralihan;
8. Bab VIII (Pasal 125 - 126) tentang Ketentuan Penutup (Tidak Berlakunya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1957 tentang Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 1964 tentang Pemutusan Hubungan Kerja Di Perusahaan Swasta);
Pengertian;
1. Pasal 1(1). Perselisihan Hubungan Industrial adalah perbedaan pendapat yang mengakibatkan pertentangan antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja/buruh atau serikat buruh karena adanya perselisihan mengenai hak, perselisihan kepentingan, perselisihan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/serikat buruh dalam satu perusahaan.
2. Pasal 1(2). Perselisihan Hak adalah perselisihan yg timbul karena tidak dipenuhinya hak, akibat adanya perbedaan pelaksanaan atau perbedaan penafsiran terhadap ketentuan UU, PK, PP atau PKB.
3. Pasal 1(3). Perselisihan Kepentingan adalah perselisihan yg timbul dalam hubungan kerja karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pembuatan dan atau perubahan syarat-syarat kerja dalam PK, PP atau PKB.
4. Pasal 1(4) perselisihan phk adalah perselisihan yang timbul karena tidak adanya kesesuaian pendapat mengenai pengakhiran hubungan kerja yang dilakukan salah satu pihak.
5. Pasal 1(5) Perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan adalah perselisihan antara SP/SB dalam satu perusahaan karena tidak adanya kesesuaian paham mengenai keanggotaan, pelaksanaan hak dan kewajiban keserikatan.
6. Pasal 2, jenis-jenis perselisihan hubungan industrial, yaitu;
a. perselisihan hak;
b. perselisihan kepentingan
c. perselisihan PHK, dan
d. perselisihan antara Serikat Pekerja/Serikat Buruh dalam satu perusahaan.
7. Pasal 3 (1) Semua jenis perselisihan harus diselesaikan terlebih dahulu melalui musyawarah secara Bipartit
Alur Tahapan PPHI
1. Perundingan Bipatrit – penyelesaian 30 hari( Pasal 3)- pasal2 yg mengatur; pasal 3, 6 dan 7
a. Perselisihan Hak;
b. Perselisihan Kepentingan;
c. Perselisihan PHK;
d. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan.
2. Mediasi/Instansi Pemerintah yg kompeten – penyelesaian 30 hari (psl 15), psl2 yg mengatur: 8 sd 16.
a. Perselisihan Hak;
b. Perselisihan Kepentingan;
c. Perselisihan PHK;
d. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan.
3. Atau Konsiliasi – penyelesaian 30 hari (psl 25), pasal2 yg mengatur; 17 sd 28
a. Perselisihan Kepentingan;
b. Perselisihan PHK, dan;
c. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan;
4. Atau Arbitrase – penyelesaian 30 hari (psl 40), psl2 yg mengatur; 29 sd 54
a. Perselisihan Kepentingan;
b. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan;
5. Pengadilan Hubungan Industrial – penyelesaian 50 hari kerja (psl 103), psl2 yg mengatur 55 - 112
a. Perselisihan Hak; (dapat dikasasi , psl 110)
b. Perselisihan Kepentingan; (putusan akhir, psl 109)
c. Perselisihan PHK; (dapat dikasasi, psl 110)
d. Perselisihan antar SP/SB dalam satu perusahaan. (putusan akhir, psl 109)
6. Kasasi pada MA – penyelesaian 30 hari (psl 115), psl2 yg mengatur 110 sd 115
a. Perselisihan Hak; (dapat dikasasi , psl 110)
b. Perselisihan PHK; (dapat dikasasi, psl 110)
7. Pembatalan Putusan (PK) pada MA- penyelesaian 30 hari (52(3)), psl yg mengatur; psl 52 (ayat 1 -3)
a. Putusan arbiter yg diduga; (psl 52(2))
I. surat atau dokumen yang diajukan dalam pemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakui atau dinyatakan palsu;
II. setelah putusan diambil ditemukan dokumen yang bersifat menentukan, yang disembunyikan oleh pihak lawan;
III. putusan diambil dari tipu muslihat yang dilakukan oleh salah satu pihak dalam pemeriksaan perselisihan;
IV. putusan melampaui kekuasaan arbiter hubungan industrial atau
V. putusan bertentangan dengan peraturan perundang-undangan.
Lex semper dabit remedium.
The law always give a remedy
0 comments: