Syarat Sah Perjanjian Kerja


Dasar hukum dari sahnya suatu perjanjian adalah pasal 1320 Kitab Undang-undang Hukum Perdata (KUHPerd.). Disebutkan bahwa sahnya suatu perjanjian diperlukan empat syarat, yaitu:
1.      Kesepakatan dari mereka yang mengikatkan diri,
2.      Kecakapan untuk membuat suatu perikatan,
3.      Suatu hal tertentu, dan
4.      Suatu sebab yang halal.
Dalam perjanjian kerja, sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 52 (1), syarat sahnya suatu perjanjian secara lebih khusus mensyaratakan:
1)      Kesepakatan kedua belah pihak
2)      Kemampuan atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum
3)      Adanya pekerjaan yang diperjanjikan,dan
4)      Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Perjanjian kerja dapat dibuat secara tertulis atau lisan. Perjanjian kerja yang dibuat secara lisan hanya untuk Perjanjian Kerja Waktu Tidak Terentu (PKWTT) dan harus disertai dengan surat pengangkatan. Sementara untuk Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) wajib dibuat secara tertulis. PKWT yang dibuat secara lisan adalah bertentangan dan menjadi PKWTT.
1.) Kesepakatan para pihak
Suatu perjanjian harus mensyaratkan adanya kesepakatan dari para pihak. Hal ini berarti bahwa suatu perjanjian tidak bisa dibuat secara sepihak. Suatu pihak tidak dapat mengakui adanya suatu perjanjian bila pihak lain tidak menyepakati adanya perjanjian tersebut. Kesepakatan ini bermakna bahwa isi dari perjanjian yang dibuat telah diketahui dan sesuai dengan keinginan para pihak.
Sebagai hal mendasar dari suatu perjanjian adalah adanya keinginan secara bebas. Tanpa kekhilafan, paksaan, ataupun penipuan. Apabila yang sebaliknya yang terjadi, maka perjanjian tersebut menjadi tidak sah dan menjadi sebuah perjanjian yang cacad dan dapat dibatalkan.
2.) Kecakapan
Mengenai perjanjian kerja, ketentuan yang berlaku sangat berbeda dengan ketentuan perjanjian secara umum berdsarkan KUHPer. yang mensyaratkan batasan usia 21 tahun. Hukum Ketenagakerjaan mensyaratkan batasan usia anak yang boleh diperkerjakan yaitu usia antara 13 sampai dengan 15 tahun untuk melakukan pekerjaan ringan sepanjang tidak mengganggu perkembangan fisik, mental, dan sosial (pasal 69 ayat 1 UUK). Serta beberarapa ketentuan lain mengenai batasan usia anak. Mengenai kriteria anak, UU Perlindungan anak menyebutkan bahwa anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun. Selama tidak ada peraturan perundang-undangan yang melarang, setiap orang berhak mengadakan suatu perjanjian kerja.

3.) Adanya pekerjaan yang diperjanjikan
            Suatu perjanjian kerja harus secara tegas menyebutkan jenis pekerjaan yang akan dikerjakan oleh pihak pekerja. Hal ini tentu saja untuk menghindari perbedaan atau permasalahan yang mungkin timbul kemudian. Sebagaimana disebutkan dalam pasal 54 ayat 1 UUK, perjanjian kerja yang dibuat secara tertulis sekurang-kurangnya memuat:
a)      Nama, alamat, dan jenis perusahaan,
b)      Nama, jenis kelamin, umur, dan alamat pekerja/buruh,
c)      Jabatan atau jenis pekerjaan,
d)      Tempat pekerjaan,
e)      Besarnya upah dan cara pembayaran,
f)        Syarat-syarat kerja yang memuat hak dan kewajiban pengusaha dan pekerja,
g)      Mulai dan jangka waktu berlakunya perjanjian kerja,
h)      Tempat dan tanggal perjanjian kerja dibuat, dan
i)        Tanda tangan para pihak dalam perjanjian kerja.

4.)  Pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
            Pada dasarnya, hukum harus menjamin adanya ketertiban umum. Juga menjamin tidak terjadi tumpang tindih dalam peraturan perundang-undangan. Dalam sebuah perjanjian kerja, tidak diperkenankan adanya sebuah perjanjian yang bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan lainnya. Misalnya; pengusaha tidak boleh mepekerjakan seorang pekerja untuk melakukan pencurian, membuat bom, atau perbuatan yang melanggar peraturan perundang-undangan lainnya.

            Setiap perjanjian kerja dapat dibatalkan bila bertentangan dengan ketentuan mengenai syarat adanya kesepakatan kedua belah pihak dan kemampuan atau kecakapan dalam melakukan perbuatan hukum. Begitu juga bila syarat adanya pekerjaan yang diperjanjikan,dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku, tidak dipenuhi, maka perjanjian tersebut batal demi hukum (Pasal 52 ayat 2 dan 3).

0 comments:

:a: :b: :c: :d: :e: :f: :g: :h: :i: :j: :k: :l: :m: :n:
Posting Komentar